Peran QRIS untuk UMKM Indonesia
Jul 05, 2021
Kasus Covid-19 di Indonesia kembali mengalami peningkatan yang signifikan sehingga pemerintah harus menerapkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat (PPKM Darurat) untuk daerah Jawa dan Bali. Hal tersebut tentu memberikan dampak yang signifikan bagi berbagai sektor industri di Indonesia, tidak terkecuali para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Akan tetapi, jika para pelaku UMKM bisa merangkul digitalisasi dengan tepat, mereka bisa bertahan di masa yang penuh dengan ketidakpastian ini. Salah satu layanan digital yang dapat dimanfaatkan di masa PPKM darurat ini yaitu sistem pembayaran QRIS untuk UMKM di Indonesia.
QRIS adalah singkatan dari Quick Response Code Indonesian Standard. Ini merupakan salah satu standar sistem pembayaran digital di Indonesia dengan metode pemindaian kode QR. Singkatnya, para penjual hanya perlu mendaftarkan usaha mereka satu kali saja di salah satu layanan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) untuk mendapatkan kode QRIS. Sementara itu, pembeli bisa melakukan pembayaran dengan memindai kode QRIS penjual melalui layanan apa saja yang mendukung. Menurut data Bank Indonesia, per 19 Maret 2021, tercatat ada sekitar 6,55 juta penjual yang telah menggunakan sistem pembayaran QRIS dengan mayoritas penggunanya yaitu sebesar 85% berasal dari UMKM. Pemerintah juga berencana untuk mendorong perluasan penggunaan QRIS di Indonesia pada tahun 2021 ini dengan target merangkul hingga 12 juta penjual.
Digitalisasi pengusaha kecil dan menengah
Teknologi saat ini telah berkembang pesat sehingga membawa perubahan di hampir setiap sendi kehidupan. Hal ini menjadi salah satu latar belakang pemerintah untuk mempercepat digitalisasi pelaku usaha di dalam negeri. Presiden Joko Widodo bahkan menginstruksikan dan mendorong percepatan digitalisasi, khususnya bagi UMKM. UMKM adalah penggerak perekonomian bangsa yang memberikan kontribusi sebesar 60,34 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2018. Di samping itu, ada 116 juta orang atau 97,02 persen dari total pekerja di Indonesia yang terserap oleh sektor UMKM. Namun, pelaku UMKM yang merangkul ekosistem digital masih belum begitu banyak. Mengutip data Indonesia E-Commerce Association (idEA), pelaku UMKM yang tergabung ke dalam ekosistem digital sudah mencapai 13,7 juta pelaku, atau sekitar 21 persen dari total pelaku, hingga Mei 2021. Oleh karena itu, pemerintah menargetkan jumlah pelaku UMKM yang tergabung ke dalam ekosistem digital dapat meningkat pesat hingga 30 juta pelaku pada tahun 2024 mendatang. Akan tetapi, ketika pandemi Covid-19 menyebar dan menyebabkan krisis perekonomian di seluruh dunia, sektor UMKM juga menjadi salah satu sektor yang paling terpukul.Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan bahwa sekurangnya ada 37 ribu pelaku UMKM yang terpukul selama pandemi. Survei yang dilakukan Katadata Insight Center (KIC) terhadap pelaku UMKM di Jabodetabek pada Juni 2020 menemukan ada 82,9 persen pelaku usaha yang terkena dampak negatif pandemi. Bahkan 63,9 persen mengalami penurunan omzet lebih dari 30 persen. Hanya ada 5,9 persen UMKM yang mampu memetik untung di tengah pandemi. Namun, ada UMKM yang bisa bertahan dengan berekspansi menambah jenis saluran penjualan dan pemasaran. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dilakukan selama pandemi pun dilihat sebagai peluang berdagang secara daring. Setidaknya, ada 80,6 persen pelaku UMKM yang menyampaikan bahwa mereka merasa terbantu dengan penggunaan internet.
Gerakan Nasional Non Tunai dan Bangga Buatan Indonesia
Bagi pelaku UMKM yang mengerti internet, teknologi digital bisa dimanfaatkan sebagai strategi untuk bertahan di masa krisis yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Produk atau jasa yang dimiliki pelaku UMKM bisa dipasarkan melalui media sosial atau marketplace. Di samping itu, mengadopsi sistem pembayaran digital juga bisa menjadi solusi untuk bertransaksi di tengah pandemi. Meski pandemi telah memukul sektor UMKM dengan cukup keras, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa pandemi juga telah menjadi momentum UMKM melakukan transformasi ke dalam ekosistem digital. Jumlah pelaku UMKM yang memanfaatkan teknologi untuk bertahan di tengah krisis memang belum banyak, tetapi proses peralihannya menunjukkan pergerakan yang positif. Dalam upaya mendorong digitalisasi UMKM di tengah pandemi, pemerintah sendiri telah mengeluarkan banyak kebijakan yang bertujuan untuk membantu stabilitas perekonomian bangsa. Di samping itu, pemerintah juga telah menggalakkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dicanangkan pada 14 Agustus 2014 dan gerakan Bangga Buatan Indonesia (BBI) yang dicanangkan pada 14 Mei 2020 untuk bersinergi mempercepat digitalisasi UMKM.GNNT dicanangkan dengan tujuan menciptakan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar, yang pada gilirannya akan dapat mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien. Sedangkan BBI dicanangkan dengan tujuan mendorong industri lokal agar bisa menjadi pilar pembangunan nasional dan membuat Indonesia tidak lagi bergantung pada produk impor. Salah satu strategi yang didorong oleh pemerintah untuk menyukseskan kedua gerakan nasional tersebut adalah mendorong perluasan implementasi QRIS dengan menyinergikan kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) di daerah. Langkah ini dilakukan dengan harapan QRIS dapat menjadi salah satu pintu gerbang UMKM terhubung ke ekosistem digital. Sejak penggunaan QRIS diwajibkan oleh BI pada 2020, penggunaan QRIS juga terus tumbuh secara pesat. Sepanjang tahun pertama implementasi QRIS, volume transaksi telah menembus 17,3 juta transaksi dengan nominal transaksi sebesar Rp1,25 triliun dari 5,94 juta penjual. Mengutip pernyataan Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Filianingsih Hendarta di Infobank, disebutkan bahwa dari total nominal transaksi tersebut sebanyak 95 persen berasal dari UMKM dan 85 persen UMK.
Manfaat QRIS untuk UMKM di masa PPKM darurat
Peningkatan drastis Covid-19 dalam beberapa waktu terakhir memaksa pemerintah untuk mengeluarkan peraturan PPKM darurat yang berlaku pada 3-20 Juli 2020 di Jawa dan Bali. Peraturan pembatasan kegiatan kali ini pun jauh lebih ketat bila dibandingkan dengan sebelumnya. Pengetatan aturan ini tentu kembali berdampak pada para pelaku UMKM. Namun, jika mereka belajar dari pembatasan kegiatan sebelumnya, pembatasan kegiatan kali ini seharusnya tidak menjadi masalah besar. Dengan memanfaatkan teknologi yang ada pelaku UMKM dapat tetap menjalankan aktivitas usaha tanpa kendal yang berarti. Misalnya, pemasaran dapat dilakukan melalui media sosial sedangkan katalog produk bisa disimpan dan dijual melalui marketplace lokal. Jika media sosial dan layanan marketplace masih terlalu rumit, para pelaku UMKM pun masih dapat melakukan aktivitas pemasaran sampai jual-beli hanya dengan menggunakan aplikasi chat dan layanan pembayaran digital yang sudah mendukung QRIS.Dengan menggunakan QRIS, pelaku UMKM dapat melakukan transaksi tanpa harus melakukan kontak fisik. Di samping itu, QRIS juga memiliki fitur QRIS Tanpa Tatap Muka (TTM) yang memungkinkan penjual dan pembeli melakukan transaksi tanpa harus bertatap muka. Dengan demikian, secara tidak langsung dapat membantu pemerintah dalam mengatasi lonjakan kasus Covid-19 karena transaksi terjadi tanpa ada interaksi sosial. Cara menggunakan QRIS TTM pun sangat mudah. Misalnya, pembeli melakukan pemesanan kepada penjual secara langsung melalui aplikasi chat. Setelah pesanan dikonfirmasi dan harganya ditentukan, penjual hanya perlu mengirimkan gambar kode QRIS-nya kepada pembeli. Setelah itu, pembeli menyimpan kode QRIS tersebut ke galeri dan mengunggahnya kembali ke aplikasi pembayaran yang mendukung untuk dipindai. Jika gambar kode QRIS sudah dipindai, pembeli hanya perlu menyelesaikan transaksi.
Manfaat lain QRIS untuk UMKM yaitu menurunkan risiko kerugian akibat penipuan pembayaran dengan uang palsu, transaksi yang tercatat secara otomatis sehingga riwayat transaksi dapat dilihat dengan mudah, kemudahan dalam pembayaran tagihan, penjualan barang dapat dilakukan secara non-tunai tanpa meninggalkan toko, membangun profil kredit yang baik sehingga tidak terkendala jika mengajukan pinjaman ke bank, peluang untuk mendapat modal usaha menjadi lebih besar, dan masih banyak lagi. Dengan QRIS, diharapkan pelaku UMKM juga dapat merangkul digitalisasi yang saat ini tengah terjadi dan berkembang dengan pesat. Dengan demikian, pelaku UMKM dapat bertahan di tengah situasi tidak menentu seperti sekarang dan bisa menjadi salah satu penopang ketahanan perekonomian Indonesia di kemudian hari.
Artikel Terbaru