Bagikan

Lima Metode Pembayaran Non Tunai Tercanggih di Dunia

May 13, 2021

Lima Metode Pembayaran Non Tunai Tercanggih di Dunia

Penggunaan transaksi non tunai di masa pandemi kian terakselerasi dan perlahan menjadi gaya hidup masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Berbagai macam metode pembayaran non tunai tercanggih tanpa kontak langsung pun berkembang pesat menjadi sebuah alternatif yang lebih aman dan cepat. Di tengah perkembangan pesat teknologi, pembayaran non tunai yang dahulu hanya sebatas kartu debit dan kredit pun berkembang lebih jauh. Kini, melakukan transaksi pembayaran bisa dari genggaman saja dengan berbagai cara melalui aplikasi yang terpasang di smartphone. Mulai dari pemindaian kode QR (Quick Response), pemindaian biometrik, hingga pemanfaatan teknologi Near Field Communication (NFC) lebih jauh lagi. Keunikan metode pembayaran menggunakan uang digital ini bahkan seperti film fiksi ilmiah yang menjadi kenyataan. Dikutip dari berbagai sumber, berikut ini adalah lima metode pembayaran non tunai tercanggih yang berkembang di berbagai belahan dunia:


Pemindaian Sidik Jari

Di Indonesia, berbagai perusahaan biasanya menggunakan pemindai sidik jari sebagai daftar absensi karyawan. Di beberapa tempat, pemindai sidik jari digunakan untuk akses ke gedung/kantor. Namun, ternyata transaksi pembayaran bisa menggunakan sidik jari juga. Jepang telah mulai menguji sistem teknologi Fingerprint Payment untuk memudahkan transaksi pembayaran masyarakatnya pada tahun 2005. Sekarang, opsi pembayaran dengan pemindaian sidik jari juga tersedia melalui smartphone. Kita hanya perlu mengaktifkan opsi untuk memindai sidik jari di aplikasi yang mendukungnya sebagai otentikasi bahwa kitalah yang melakukan pembayaran.


Pemindaian Wajah

Selain sidik jari, teknologi biometrik untuk pembayaran juga bisa menggunakan metode pengenalan wajah untuk otentikasi. Pihak pertama yang memperkenalkannya adalah Ant Financial Group dan Yum China Holdings Inc. Mereka berkolaborasi membangun facial recognition software untuk pembayaran yang disebut Smile to Pay. Restoran cepat saji KFC di Tiongkok merupakan salah satu merchant pertama yang menerapkan Smile to Pay sebagai metode pembayaran cashless mereka. Secara sederhana, Smile to Pay bekerja dengan memindai wajah konsumen untuk mengotentikasi ketika akan melakukan pembayaran menu yang dibeli. Setelah itu, konsumen hanya perlu memasukkan nomor ponsel untuk diproses lebih lanjut. Tujuan utama yang ingin dicapai dari metode pembayaran ini adalah menghindari penipuan dan pemalsuan identitas. Alat pemindai wajah ini mengombinasikan kamera 3D dan pendeteksian melalui algoritma untuk mengenali individu lebih akurat lagi.


Pemindaian Mata

Teknologi biometrik lain yang juga dimanfaatkan untuk pembayaran adalah dengan pemindai mata atau atau Retinal Scan Payment. Transaksi pembayaran dengan tatapan mata ini tersedia dalam ponsel pintar keluaran Jepang. Pada tahun 2015, perusahaan telekomunikasi terbesar di Jepang yang bernama NTT Docomo menjalin kerja sama strategis dengan Fujitsu untuk mengeluarkan ponsel pintar bernama Fujitsu Arrows NX F-4G. NTT Docomo mengklaim bahwa ponsel Fujitsu Arrows NX ini merupakan ponsel pintar pertama dunia yang menggunakan teknologi pengenalan selaput pelangi mata dan bisa memanfaatkannya untuk melakukan pembayaran.


Cincin, Wristband, Gelang, dan Smartwatch

NFC mungkin sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia sebagai alternatif metode pembayaran canggih via kartu. Namun di luar negeri, fungsi NFC untuk pembayaran telah berkembang lebih jauh dan tidak terbatas pada kartu saja. Masyarakat di luar negeri juga memiliki alternatif metode pembayaran melalui aksesoris seperti cincin, wristband, gelang dan smartwatch yang memanfaatkan teknologi NFC saat ini. Kerv Smart Ring adalah cincin pintar pertama di dunia yang memiliki teknologi NFC. Mereka bekerja sama dengan MasterCard untuk menghadirkan pembayaran melalui pemindaian cincin. Metode pembayaran dengan Kerv Smart Ring pertama kali hadir di London, Inggris. Selain MasterCard, Visa juga turut mengembangkan teknologi ini dan menyuplai puluhan atlet yang berlaga di Olimpiade Rio 2016 dengan cincin berteknologi NFC.


Istilah wristband merujuk pada benda seperti pita yang melingkari pergelangan tangan pemakainya seperti gelang. Biasanya benda ini terbuat dari bahan silikon. Popularitasnya sebagai aksesoris menanjak pada awal 2000-an untuk menunjukkan dukungan penggunanya pada sebuah kegiatan sosial atau amal. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, wristband juga dapat digunakan  sebagai alat pembayaran karena teknologi NFC sudah terpasang di dalamnya saat in. Di eropa, banyak yang memakai wristband sebagai alat pembayaran untuk memasuki sebuah event.


Pembayaran non tunai dengan wristband juga sudah mulai hadir di Indonesia. Penggunaan yang paling populer adalah untuk membayar ongkos transportasi seperti KRL dan MRT. Berbeda dengan wristband yang terlihat sederhana, gelang memiliki desain yang lebih variatif dan lebih cocok bagi para pecinta fesyen. Bahan gelang juga tidak terbatas pada silikon saja. Terkadang bisa berupa kombinasi antara logam, karet, silikon, hingga kayu. Tidak jauh berbeda dengan wristband, gelang juga bisa menjadi alat pembayaran jika sudah terpasang teknologi NFC di dalamnya.


Aksesoris lain yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran non tunai adalah smartwatch. Di beberapa negara, smartwatch sudah lazim digunakan sebagai alat pembayaran non tunai karena terpasang teknologi NFC di dalamnya. Beberapa negara yang menggunakan smartwatch sebagai alat pembayaran adalah Australia, Canada, Perancis, Jerman, Swiss, Italia, Polandia, Rusia, Spanyol, Inggris, dan Amerika Serikat.


QR Code

Dahulu, pemindaian kode QR sempat diprediksi tidak akan berkembang karena dianggap tidak praktis seperti NFC sebagai metode pembayaran. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, kode QR ternyata berhasil menjawab semua tantangan dan menjadi salah satu metode pembayaran paling populer yang digunakan saat ini di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Popularitas yang terus tumbuh ini menjadi latar belakang Bank Indonesia sebagai regulator untuk merumuskan sebuah Standar Nasional Quick Response Code untuk pembayaran. Konsepnya disahkan melalui PADG No. 21/18/PADG/2019 pada 16 Agustus 2019 silam. Tidak lama setelah itu, pada 17 Agustus 2019, peluncuran nama QRIS (Quick Response Code Indonesia Standard) dengan jargon UNGGUL diresmikan. Kata UNGGUL di sini merupakan singkatan dari UNiversal, GampanG, Untung, dan Langsung. Lalu, per tanggal 1 Januari 2020, sistem QRIS ini mulai diimplementasikan secara wajib oleh PJSP (Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran) untuk metode pembayaran MPM (Merchant Presented Mode).


Singkatnya, sejak awal 2020 QRIS menjadi standar nasional yang memungkinkan para pengguna layanan finansial di Tanah Air hanya membutuhkan satu kode QR untuk semua pembayaran. Pada awal 2021 ini, QRIS sendiri sudah digunakan di lebih dari enam juta merchant dan jumlahnya masih terus bertambah. Rencananya, metode pembayaran QRIS CPM (Customer Presented Mode) dan QRIS TTM (Tanpa Tatap Muka) juga akan diluncurkan di tahun ini. QRIS pantas disebut sebagai sebuah inovasi canggih dalam metode pembayaran. Hal ini tidak lepas dari manfaatnya dalam memudahkan merchant untuk tidak perlu repot memiliki banyak jenis kode QR dari berbagai produk dompet digital. 


Salah satu tujuan yang ingin dicapai dari kehadiran QRIS adalah untuk mendukung terciptanya cashless society, selaras dengan kampanye Gerakan Nasional Non Tunai yang dicanangkan pemerintah. Dengan QRIS juga diharapkan dapat tercipta sebuah sistem pembayaran non tunai yang efisien, efektif dan mengacu pada prinsip utama kebijakan sistem pembayaran yang cepat, mudah, murah, aman, dan handal (CEMUMUAH).


Kehadiran Pembayaran Non Tunai Semakin Memudahkan Kehidupan Sehari-Hari

Dewasa ini, teknologi memang telah banyak mengambil peran penting dalam kehidupan sehari-hari kita. Dampaknya bisa dirasakan di berbagai sektor yang telah merangkul perkembangan teknologi dan sistem pembayaran non tunai termasuk salah satu di antaranya. Pembayaran non tunai sendiri kini tidak begitu asing lagi di telinga sebagian besar orang Indonesia. Selain karena kampanye cashless society yang berhasil menyebar secara masif di era digital, situasi pandemi juga membantu dalam mengakselerasi adopsi sistem pembayaran ini. Namun, faktor utama adopsi yang masif dari pembayaran non tunai adalah kemudahan yang diberikan. Pengguna pembayaran non tunai tidak perlu repot dalam mempersiapkan pecahan uang, tidak khawatir dengan kesehatan di masa pandemi karena transaksi dilakukan contactless, dan yang terpenting adalah faktor keamanan.


Menggunakan pembayaran non tunai dapat membuat pengguna terhindar dari penggunaan uang palsu yang merugikan individu dan juga negara. Selain itu, setiap transaksi non tunai yang terjadi juga dapat ditelusuri karena riwayat transaksi terekam dengan baik. Akan tetapi, harus diakui bahwa variasi alat pembayaran non tunai di Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika, Jerman, dan Inggris. Alat pembayaran non tunai di Indonesia masih terbatas pada wristband, aplikasi di smartphone, dan kartu saja. Bila Indonesia ingin ke luar dari situasi tersebut, maka minat dan penggunaan alat pembayaran non tunai yang sudah ada harus ditingkatkan lagi. Meski terdengar klise, momentum pandemi seperti sekarang harusnya dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk mendorong penggunaan pembayaran non tunai ke tingkat selanjutnya. Sehingga, di kemudian hari kita tidak tertinggal dengan negara maju yang sudah lebih dahulu mempopulerkan berbagai alat pembayaran non tunai canggih.

Artikel Terbaru